Tentang Menikah….


Perjalanan hidup di usia 20-an bagi sebagian besar perempuan dan laki-laki menimbulkan kembimbangan, gimana engga di awal usia 20 tahun saja sudah ada keterkejutan bahwa orang-orang yang dulu main dan ingusan bareng, mendadak memutuskan menikah. Eitss jangan negative thinking dulu, mereka menikah memang sudah siap bukan karena alasan lain ataupun gegara melakukan pelanggaran norma sosial di masyarakat. Dulu mendengar kabar ada teman menikah di usia awal dua puluh membuat saya nggak habis pikir, shocked, dan berkahir dengan mengurut kening, kok bisa sih? Memutuskan hal penting soal menikah secepat itu? Apa iya beneran? Dulu kayaknya kita ingusan bareng, kok sekarang malah mau nikah aja?

Sampai di usia dua puluh satu-an serangan undangan nikah makin gencar, ya dari senior yang baru lulus lah, teman se genk, dan rekan seperjuangan di masa sekolah. Lagi tren kali ya nikah muda? Itu pertanyaan yang terlintas di otak. Berhubung rasa penasaran semakin besar, saya mengamati pola-pola teman yang sudah menikah. Rata-rata mereka adalah dari golongan perempuan, menikah dengan yang lebih tua beberapa tahun, punya sikap yang “keibuan” banget, ada juga yang nikah karena udah pacaran lama, ataupun nikah karena sistem  ta’aruf.

Fenomena menikah di usia yang menurut saya cukup muda ini sempat membuat saya merasa aneh dengan diri sendiri, “Aku masih normal kan ya? Apa mereka yang nikahnya kecepetan?” karena jujur  saja belum ada pikiran sedikit pun untuk menikah dalam waktu dekat. Kayaknya ga ada angan-angan nikah cepet, nggak mikirin sama sekali. Terus beberapa orang mulai tanya, “kapan kamu nyusul?” saya cuma bisa haha hihi sama garuk-garuk kepala. Ealah ditanya nikah, lha kepikiran nikah muda aja nggak.

Lalu beberapa waktu yang lalu sahabat zaman sekolah tiba-tiba mengontak, tanya-tanya soal pernikahan, alasannya karena saya anak psikologi. Tuh kan, modus-modus konsultasi colongan berjalan wkwkwk. Ya saya jawab secara umum berdasarkan ilmu yang pernah saya dapatkan, satu hal yang selalu saya tanyakan ke orang-orang yang konsul soal nikah, “Apa alasan terbesar kamu menikah?” “Benar kamu sudah siap menjalani kehidupan mendatang setelah akad dan resepsi?” Karena di luar keilmuan, hal itu sangatlah krusial, hidup berumah tangga tujuannya pasti ingin langgeng sampai maut memisahkan.

Pertanyaan terbesarnya, apa kita sudah sesiap itu untuk mengarungi kehidupan berkeluarga? Arti kata siap menurut saya adalah meliputi kesiapan mental, finansial, spiritual.

Butuh kestabilan emosi, manajemen stres, manajemen waktu, manajemen konflik untuk mengarungi bahtera rumah tangga, apalagi kalau punya anak ya harus siap untuk mendidik, merawat, serta mengasuh. Sekarang aja habis bangun pagi, sholat, seringnya tidur lagi bukan nyiapin sarapan apalagi langsung aktif nyuci baju dan bersih-bersih (hiks, anak kosan banget, males gak ketulungan, tobat Mit!) Finansial bukan urusan matre atau tidak matre, tapi kita perlu untuk bisa mengatur berapa pendapatan dan jumlah pengeluaran agar dapur terus mengepul, hidup nyaman, tagihan beres, dan anak bisa sekolah. Spritual ya jelas perlu, kita harus sadar bahwa menikah adalah bagian dari ibadah. Sebenarnya bukan hanya itu, kita juga butuh kesiapan fisik dan biologis yang baik, karena ini berkaitan dengan sistem reproduksi, termasuk sistem imun saat sibuk untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

Menikah itu ibarat kerja tim, suami adalah kapten yang wajib bekerja untuk menafkahi, dan mereka telah bekerja keras mengeluarkan enegri besar untuk mencari uang. Wakil kapten adalah istri bertugas mengurusi hal domestik seperti pengasuhan, pendidikan, mengurus dari makanan hingga pakaian, beberapa juga ada yang bekerja. Tapi karena namanya kerja tim, maka butuh kerja sama serta pembagian tugas yang sudah dikomunikasikan sejak awal, baik suami dan istri sebaiknya saling membantu untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari bersama dan saling support satu sama lain.

Kalau menulis hal yang seperti ini, bukan berarti juga saya anti dengan pernikahan. One day di saat yang siap dan tepat saya juga ingin menikah. Tapi tidak dalam waktu dekat, karena priotitas saya adalah ingin memperbaiki diri dengan cara belajar, barangkali bisa belajar dari lingkungan kerja, belajar hal baru, membekali diri dengan beragam cara termasuk mungkin sekolah lagi kalau dikasih kesempatan. Menikah bagi saya adalah hal penting, sakral, dan butuh periapan. Ada banyak pertimbangan yang menyebabkan saya belum siap menikah dalam waktu dekat.

Terus maunya nikah umur berapa?

Sekedar planning di kepala, saya rasa usia antara 25-27 tahun adalah puncak kematangan pribadi seseorang. Mungkin di usia segitu saya sudah siap lahir dan batin untuk menjalani kehidupan berumah tangga, dan mampu bertanggung jawab atas salah satu keputusan terbesar di hidup. Kesiapan orang untuk menikah kembali lagi ke diri mereka sendiri, karena tiap orang punya pertimbangan dan tingkat kesiapan yang berbeda. Jadi usia 25-27 tahun itu hanya alasan pribadi saya, bukan berdasarkan teori apapun. Patokan usia bukan harga mati, kita tidak tahu perjalanan kehidupan ke depan, bisa jadi juga saya nikah lebih cepat dari usia prediksi. Saya tidak tahu kesiapan diri ini mungkin juga akan berjalan lebih cepat dari apa yang saya pikirikan. Kita tidak penah tahu bukan

Menikah itu bukan urusan cepet-cepetan atau mana yang paling telat nikah, karena mengatakan siap menikah merupakan suatu keputusan besar dalam hidup. Dalam islam menikah adalah anjuran karena bisa menyempurnakan separuh agama, saya seratus persen percaya ini. Cuma bukan berarti dengan hanya alasan menghindari zina dan menyempurnakan separuh agama lantas semua orang dengan cepat mengambil keputusan menikah, padahal dia belum siap secara biologis, psikologis dan finansial. Kalau secara biologis belum siap dan matang, akan memiliki risiko kesehatan di masa mendatang. Psikologis belum siap bisa menimbulkan cek-cok, tidak mendapatkan ketenangan lahir dan batin, tidak bahagia, bahkan menimbulkan KDRT, penelantaran, atau hal mengerikan lainnya. Finansial nggak ready apalagi, rezeki memang bisa dicari, pertanyaan siap gak untuk para kaum lelaki menafkahi anak dan istri? Menyekolahkan anak? Masa iya mau keluarga dikasih makan suket teki ? Bukan masalah finasial harus berpengahasilan tinggi dan menyediakan kehidupan yang mewah, tapi urusan duit ini juga penting dipertimbangkan karena hidup akan terus berjalan. Bagi para istri kalau nggak bisa irit atur keuangan habis terima uang bulanan langsung amblas, ya mau gimana? Makanya bagi saya menikah muda itu baik jika memang sudah siap. Siap untuk mempertanggung jawabkan keputusan menikah, karena kan nikah nggak cuma sehari saat akad dan resepsi tapi akan berjalan bertahun-tahun.


Sekarang mari kita bertanya pada diri sendiri, seberapa siap kamu untuk menikah?

Menikah itu sekali lagi butuh persiapan, banyak kasus anak-anak bermasalah karena berawal dari keluarga, yang kurang dapat kasih sayang, ketenangan batin, pendidikan, dan lain sebagainya. Keluarga memiliki peran yang penting untuk menjadi benteng dalam menghadapi tantangan dan ancaman kehidupan, istilah bekennya ketahanan keluarga. Urusan menikah bukan hanya akad dan resepsi, bagi saya agak sia-sia mengeluarkan sekian banyak uang hanya untuk jadi ratu dan raja sehari duduk di kuade lalu menyalami tamu yang datang dan tidak dikenal, padahal perjalan kehidupan selanjutnya harus diperhitungkan juga.  Kalau Cuma ingin menikah, saya rasa semua orang normal di usia dewasa awal pasti ingin lah menikah atau paling tidak menjalin hubungan hangat, tapi kalau ditanya siap nggak jalani hidup habis nikah? Nah itu jawabannya pasti akan berbeda-beda. Ingin saja tidak cukup.

Pulang dari seminar pra nikah saya mendapat pengetahuan baru tentang kesiapan menjalani rumah tangga ditinjau dari sudut pandang agama islam, psikologi, kesehatan, dan ekonomi. Jadi begini menikah dalam islam adalah anjuran dan cara menyempurnakan separuh agama serta ibadah. Tujuan menikah dari segi islam adalah untuk memenuhi kebutuhan naluriah, menbentengi akhlak yang mulia, menegakkan rumah tangga yang islami, meningkatkan ibadah pada Allah, serta mencetak generasi sholehah (yang nantinya ketika kita mati, doa dari anak yang sholeh menjadi salah satu dari 3 hal yang tidak akan terputus). Islam sangat menyarankan untuk melakukan perbaikan diri dan memilih pasangan yang baik, tapi tidak ada dalam islam istilah pacaran untuk alasan memilih pasangan. Well kalau dikatikan dengan aspek psikologi dan kesehatan pun pacaran bukan solusi yang oke untuk mengenal pasangan, karena banyak peneltian menunjukkan dalam pacaran sering terjadi perilaku seksual (Kissing, Necking, Petting, and Intercourse) akibatnya banyak kasus KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan), Aborsi, KDP (Kekerasan Dalam Pacaran), dan penyebaran IMS (Infeksi Menular Seksual). Tapi kan kalau ga pacaran kita kayak pilih kucing di karung? Kalau pacarannya sehat mana mungkin terjadi hal yang disebutkan tadi?

Hmm kembali ke pilihan masing-masing, tapi dari keempat orang penyaji materi di seminar tadi menyatakan pacaran bukan saran yang baik memilih pasangan. Bukankah justru pacaran banyak fakingnya? Jujuran aja. Tapi mengenal calon sebelum nikah juga perlu, karena kita perlu membahas kesepakatan-kesepakan saat menikah contohnya pembagian peran kerja, pengasuhan, finanasial. Belum lagi kita perlu kenal karakter calon pasangan, seenggaknya tahu gimana orangnya secara umum, kenal latar belakangnya, keluarga, lingkungannya. Pasangan perlu juga membuat VISI MISI kedepan, habis nikah maunya kayak gimana. Nah cara memilih dan mengenal pasangan dikembalikan ke individu masing-masing, cara terbaiknya gimana, mungkin ta’aruf, pacaran, PDKT, HTS, langsung interview atau dengana cara-cara lainnya, itu pilihan. Banyak jalan menuju Roma wkwkw.

Menikah adalah bagian dari tugas perkembangan seorang manusia dan manfaat secara psikologisnya sangat baik, seperti meningkatkan kebahagiaan, memperpanjang usia, menekan prevalensi schizopherinia maupun bunuh diri, serta meningkatkan kesehatan psikis. Cuma nih ya nikah itu butuh kematangan, dan ukuran matang tidaknya seseorang tidak berpatokan pada usia, jadi tua itu adalah sesuatu yang pasti, tapi menjadi matang dan terus berkembang adalah pilihan.

Kata pemateri: Pernikahan BUKAN hanya 1+1=2, TAPI (1-1/2)+(1-1/2) =1, WHY?

Karena ketika menikah kita harus belajar mengurangi ego masing-masing, sehingga hindari perilaku dan kata-kata “Suka-suka gue”, “Aku emang kayak gini, kalo ga suka ya udah”, nah hal semacam ini harus dikurangi karena menikah itu berbagi, menghargai, dan saling menghormati, bukan lagi hidup berpusat pada diri sendiri. Menikah itu bukan cuma nikah sama pasangan aja, tapi juga “menikahi” keluarganya, jadi seharusnya gak ada istilah “itu keluargamu dan ini keluargaku”, karena pasangan adalah soal kamu dan aku yang menjadi kita. Eaaa…..wkwkwkwkw

Hal yang perlu diperhatikan setelah menikah adalah cara berkomunikasi dan berempati dalam hubungan, kalau ada yang ga clear harus asertif. Asertif adalah bagaimana cara kita mengkomunikasikan isi pikiran dan hati pada orang lain dengan cara yang baik tanpa menyakiti hatinya, tapi maksud dan  kejujuran kita tetap tersampaikan. Sebaiknya pasangan yang menikah sudah bisa move on dari masa lalu baik itu dengan urusan para mantan maupun trauma masa lalu, nah poin ini sepele tapi berat untuk menyelesaikannya kalau ga punya keinginan yang kuat.

Nikah butuh modal duit ga? Jelas dong, masa pra nikah aja butuh duit untuk biaya KUA, akad, resepsi, mas kawin dan lainnya. Setelah nikah pun hidup berjalan, kita perlu bikin kesepakatan pra nikah dengan pasangan terkait habis nikah tinggal dimana, ngatur keuangan kayak apa, diskusi diperlukan banget. Laki-laki kan wajib untuk menafkahi istri, dan begitupun istri dituntut bisa mengelola uang dengan bijak. Kemandiran setelah nikah juga perlu, ya mandiri secara finansial, juga mandiri untuk menyelesaikan konflik yang terjadi (Jadi nggak lagi dikit-dikit ngancam “Pulangkan saja aku pada ibuku… atau ayahku”), So nikah harus siap ya?

Menurut mu gimana?

Kesiapan dari segi kesehatan pun perlu diperhatikan, jadi perempuan dan laki-laki setidaknya baru matang reproduksinya ketika usia 20 tahun, dibawah usia itu, melakukan hubungan suami istri menimbulkan risiko besar bagi pasangan, salah satunya memperbesar kemungkinan kelainan pada janin. Selain itu sangat disarankan kita terbuka untuk keadaan kesehatan masing-masing, misalkan kalau pernah “gonta-ganti pasangan” ada baiknya di tes HIV  dulu biar ada langkah preventif penyembuhan maupun melahirkan bayi dengan HIV/AIDS, sedangkan kalau ada penyakit khusus lainnya bisa dilakukan pengobatan. Disarankan juga untuk melakukan general check up untuk mengetahui kondisi kesehatan masing-masing, jika ada penyakit yang berisiko lainnya misalkan kencing manis, ISPA, asma, dll bisa dikomunikasikan terlebih dahulu, agar pas udah udah menikah ga bingung dan tahu penangannnya kalau kambuh atau menyesuaikan pola makan dan rutinitas sehari-harinya. Sehingga keterbukaan, kepercayaan, dan komunikasi yang baik dibutuhkan bagi calon pasangan.

Kok habis baca ini rasanya nikah itu kayak ribet gitu ya?

Ini bukan soal ribet atau nggak atau bahkan terlalu idealis, nggak ada manusia yang sempurna dan tiap orang lahir serta tumbuh dengan perbedaannya masing-masing. Nyari yg sempurna mah nggak akan dapet, yang penting adalah gimana cara kita terbuka dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing calon pasangan lalu kita tahu gimana cara bernegosiasi dan berkomprominya, biar pas menikah nggak ada rasa nyesel dan salah pilih. Satu hal lagi yang saya pahami dari seminar, bahwa tidak mungkin ada pernikahan yang sempurna, karena yang seperti itu cuma ada di negeri dongeng. Ngerti kenapa princess dongeng pada nikah seolah bahagia banget hidupnya? Itu karena ceritanya gak pernah berlanjut sampai mereka setelah menikah dan menjalani kehidupan.

“Tiap manusia akan melewati stage of life dengan caranya sendiri-sendiri, gak usah bingung, nikamati aja masa setiap masanya. Sekarang masih jomblo? Selow, nikmati aja masa “me time” mu, kelak kalau udah nikah bakal kangen masa sendiri kan? Ya udah jalanin aja dengan cara terbaik” – Mita, 2018

Udah jangan baper-baper guys, selow aja lah. Kalau jodoh gak akan kemana, kalau ga jodoh? Ya berarti dianya kemana-mana wkwkw. RAHMITA LAILY M.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHAS BANYUWANGI

All About Keluarga 'Lontong Kupang'