Media & Fenomena ‘Kids Jaman Now”


Fenomena yang hangat dibicarakan pada berbagai media adalah ‘Kids Jaman Now”, istilah masa kini yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana perilaku anak-anak muda pada era ini. Hampir seluruh media menjelaskan istilah ini dari sisi negatif. Generasi muda seakan di cap sebagai anak-anak yang buruk karena memiliki ketergantungan pada gadget, memiliki perilaku yang tidak pantas dan sesuai usianya, maupun hanya bisa hura-hura dan berperilaku hedonis. Lantas, bagaimana nasib bangsa di tangan mereka?

Tidak bisa dipungkuri bahwa jumlah anak muda di Indonesia tergolong banyak. Hal ini juga menimbulkan beragam permasalahan, ditambah dengan pesatnya media sosial yang merambah segala jenis usia, tak terkecuali para generasi muda. Seolah menjadi trending topic  masa kini, untuk membicarakan perilaku mereka, mulai dari cara berpakaian, gaya pacaran, hingga gaya hidup. Selama ini, berita negatif pada generasi muda lebih menarik untuk diperdebatkan serta disebarluaskan. Lihat saja, bagaimana beragam media sosial mulai facebook, twitter, Instagram, bahkan media berbasis chatting semacam WA dan line, dipenuhi oleh kritikan maupun sindirian pedas khalayak dunia maya, terhadap isu anak zaman sekarang.

Melihat realita yang ada, generasi muda perlu segera mendapatkan perhatian dan penanganan. Mengingat begitu banyak berita menyebutkan, anak-anak SD mulai berpacaran layaknya dewasa, ataupun konten-konten pornografi yang menyebar luas di kalangan anak dan remaja. Perilaku menyimpang yang disebarluaskan media, akan semakin memberikan stimulus kepada anak muda lainnya. Berawal dari membaca berita, mereka menelaah informasi, sayangnya tidak semua orang mampu melakukan penyaringan informasi dengan bijak. Akibarnya di masa mendatang, generasi muda ini lebih muda melakukan proses modelling atau meniru perilaku seperti di berita yang ada, menganggap bahwa hal tersebut bukanlah tabu. Pada era masa kini, peran orang tua, sekolah, maupun lingkungan sekitar dibutuhkan, untuk melakukan pengontrolan, atau memproteksi anak mengakses hal-hal yang tidak sepatutnya diakses. Melalui peranan berbagai pihak, generasi muda, setidaknya dapat diselamatkan dari bahaya yang lebih mengancam. Jika dikritisi lebih jauh, perilaku generasi muda yang menyimpang dapat merugikan beragam hal, misalnya, bila seorang anak SD melakukan adegan pacaran ala orang dewasa, hal tersebut dapat mempengaruhi, psikologis maupun kepribadian si anak. Usia anak yang belum dewasa, dan perkembangan kognitif yang tidak sesuai usia, akan menimbulkan beragam masalah serius di kemudian hari, anak dapat melakukan perilaku seksual yang menyimpang, atau bahkan menjadi dewasa sebelum waktunya. Anak akan menjadi manusia ‘karbitan’ untuk dewasa, padahal secara tingkat biologis, kognitif, dan sosio emosi belum saatnya.

Hal lain yang perlu direnungkan adalah, life style, di era kini, generasi muda berangggapan kalau tidak mengikuti trend, ia ketinggalan zaman. Sedangkan tuntuntan gaya hidup di media sosial yang digembar-gemborkan, membutuhkan biaya cukup tinggi. Permasalahannya tidak semua orang dapat memenuhi tuntutan trend, hal ini juga menimbulkan masalah di kemudian hari, seperti stress, rendah diri, bahkan nekat melakukan tindakan kriminal hanya untuk memenuhi gaya hidup tertentu. Penggunaan internet yang meningkat juga tidak selalu memberikan dampak yang positif. Semakin banyak ditemui, orang yang takut ketinggalan informasi update, seakan internet dan sosial media adalah segalanya, serangan Fear of Missing Out (FOMO) pun meluas. Maka, jika dikemudian hari ditemukan angka depresi serta bunuh diri meningkat, hal ini bisa menjadi bahan renungan bersama, bahwa media sosail dan gaya hidup bisa menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Disisi lain, generasi muda Indonesia patut dibanggakan. Beragam prestasi baik nasional maupun internasioanal yang ditorehkan anak muda, patut diberikan apresiasi. Masih ada anak muda yang berjaya dan berkarya nyata, menjuarai beragam kontes perlombaan, mebanggakan negeri dengan beragam cara unik dan kreatif. Mental kerja keras dan tanggung jawab perlu dibentuk kembali di kalangan generasi muda. Sehingga istilah ‘kids jaman now’ tidak hanya bisa dikonotasikan secara negatif saja. Beragam pihak perlu menjalin kerjasama untuk menjadikan generasi muda sebagai generasi emas. Kejayaan sosial media, dengan segala kecepatannya menyebar luaskan informasi, dapat dimanfaatkan secara positif untuk melakukan perubahan. Contoh nyata gerakan perubahan yang dibangun anak muda adalah gerakan hijrah, gerakan literasi, gerakan sosial semacam Indonesia mengajar atau 1000 guru. Jadi, istilah ‘Kid jaman Now’ semestinya dapat di boomingkan dengan konotasi maupun tindakan yang lebih positif. Isi berita di sosial media pun tidak melulu membuat orang mengelus dada, tetapi juga membusungkan dada.  Peran konsisten berbagai macam pihak akan mampu menggakkan massa secara lebih efektif dan efisien, perubahan nyata pun akan mampu ditunjukkan di masa kini dan mendatang.

Rahmita Laily Muhtadini,

Mahasiswa Psikologi angkatan 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHAS BANYUWANGI

All About Keluarga 'Lontong Kupang'