Zero Waste: Belajar Hidup dari Sampah


Foto diambil dari: https://www.thefreshquotes.com

Akhir-akhir ini saya mencoba untuk hidup dengan mengurangi sampah, walau tidak 100% tidak membuang sampah, terutama sampah plastik. Tapi setidaknya saya mencoba belajar bijak. Kebetulan saya baru pindah kosan, sekamar dengan teman yang se visi untuk mengurangi sampah, sehingga kami sering saat keluar rumah membawa tas kain untuk berjaga jika ingin membeli sesuatu dan menolak penggunaan kantung kresek.

Dua minggu-an saya memulai kebiasaan baru, sekalipun belum bisa rutin. Sekarang berusaha bawa botol minum sendiri, kalau beli makan memilih makan di tempat atau membawa wadah, termasuk ketika ingin beli gorengan dalam jumlah banyak (kami membelinya dg bawa wadah sendiri).

Hal lain yang bikin saya girang, ternyata fakultas psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang, tempat saya bekerja, tengah menerapkan program psychogreen, alias semua orang dihimbau tidak lagi membawa botol dan sampah plastik. Sebagai ganti, orang-orang membawa botol minum sendiri. Namanya juga baru memulai gerakkan, maka butuh waktu untuk bisa 100% tidak menggunakan plastik-plastik.

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, bahwa mengurangi sampah adalah sebuah proses, maka mengubah kebiasaan orang pun butuh waktu. Lebih baik sudah berupaya daripada tidak peduli sama sekali, setidaknya dengan berusaha mengubah kebiasaan buruk kita tidak lagi menjadi orang-orang yang apatis.


Saya punya cerita nih...

Suatu ketika saya sedang sakit flu, maka pergilah daku ke apotek. Nah, biasanya ketika membeli obat, si obat akan akan dikemas ke dalam plastik, lalu dijepret staples, lalu dimasukkanlah ke kantung kresek. Berhubung saya lagi dalam upaya mengurangi sampah plastik, maka saya menolak penggunaan plastik dan kresek. Bayangin gak? Obatnya aja sudah dibungkusin plastik, masih di kresek lagi, hmmm. 

Jelas dengan senyum iklan pasta gigi aku menolak "Tidak usah palstik dan kresek ya.."

Lalu si apoteker bilang “Lho kenapa gak pakai plastik sih mbak? kan yang dibeli banyak, nanti malah ga bisa bawa? Soalnya biasanya kan memang pakai plastik."

Aku senyum cengengesan, berusaha menjelaskan dengan cara simpel “Hehe gak usah mbak, saya bawa tas sendiri (sambil masukkin obat ke dalam kantung kain yang ku bawa”

Mbaknya menjawab, “Eh…hmm bener juga ya, iya ya harusnya kurangin plastik ya, bener juga bawa tas gitu ya, bener sih. Ya udah, cepat sembuh ya.”

Selanjutnya ku pulang dengan riang gembira...


Lain hari lain cerita, saya beli makanan nasi kuning buat tiga orang di rumah, harusnya kalau dibungkus bakal di kasih 3 kotak sterofoam, dan saya bawa 3 wadah dan 1 kantung kain. Pas beli penjualnya seneng gitu, langsung sigap melayani, tapi yang antre setelah saya masang wajah takjub dan heran. Saya beli dengan bawa 3 wadah kemudian di masukkin ke dalam tas kain. 

Dari situ saya dan emak mikir, sebenarnya penjual diuntungkan loh! karena mau melayani pembeli yang tidak memakai bungkus. Penjualnya jadi irit, ga ngeluarin dana untuk membeli beli bungkusan. Untungnya lebih besar kalau pembeli mau bawa wadah sendiri.








Foto diambil dari: https://unitedbyblue.com


Tiba di rumah, Saya sedang mengingat-ingat, apakah kehidupan keluarga saya, sudah ramah pada sampah? Beberapa hal yang patut dipertahankan adalah:

1. Ibu saya sering menyimpan kertas, koran, brosur dan kadang struck bekas untuk digunakan kembali sebagai alas memasak (untuk tempat sampah kupas bahan dapur/membersihkan kompor), kalau bagian belakang masih kosong, barang ini kadang buat menulis daftar belanjaan atau coret-coret.

2. Kertas bekas belakangan dipakai ibu saya untuk nge-print draft kerjaan, katanya biar irit, walau resikonya kadang printernya suka “kesel” karena kertas kalau agak lecek jadi menghalangi proses printing.

3. Wadah bekas lulur, minuman kemasan, sirup, dll, bisa dipakai lagi untuk tempat sabun cuci, pembersih lantai, pewangi, bisa juga buat menanam bibit tanaman.

4. Ibu saya orang yang punya konsep “kalau beli barang baru, maka barang lama harus dibuang atau diberikan ke orang” tapi saya suka males dan sayang dengan barang lama, jadinya numpuk, lalu berujung aku kesal sendiri. Ini adalah konsep decluttering.

5. Lagi-lagi emak saya mengajarkan memanfaatkan sampah, ampas kopi, ampas teh adalah hal yang bisa digunakan lagi sebagai pupuk tanaman (caranya dengan mencampuri ampas dengan air, lalu menyiramkannya ke tanah tanaman) dijamin subur. 

 Ampas bisa ditraruh ke kulkas, lalu dijadikan masker alami wajah dan tangan. Ampas kopi bisa juga digunakan untuk mencuci peralatan masak yang berbau amis, karena bau kopi akan menghilangkan amis. Bumbu dapur seperti micin alias vetsin, bisa dipakai untuk mengelap daun tanaman sehingga mengkilap seperti daun imitasi.

6. Baju/handuk bekas dimanfaatkan sebagai kain pel, lap serbet, atau pun kantung penyaring air (caranya kain dipotong lalu dijahit pinggirannya seperti kantung, kemudian di taruh di kran dikaret, fungsingnya menyaring lumpur atau tanah yang tersangkut di air, jadinya air di bak mandi tidak kotor).

7. Haram membuang karet, biasanya kalau karet dalam keadaan sehat wal-afiat, ibu saya akan menyimpannya, digunakan mengikat bungkus makan, sayur, atau buat karetin penyaring keran8. Semua kantung kresek/plastik bungkus baju/plastik bungkus paketan, yang tidak bau, dan sobek, maka wajib dilipat rapi supaya bisa digunakan kembali sebagai tempat sampah atau kantung belanjaan dan barang.





Baru sadar, emak saya selama ini sudah berupaya mengajarkan penggunaan ulang sampah. Dulu sejak TK-awal kuliah, hampir setiap hari saya bawa bekal minum dan makanan ke sekolah dengan wadah plastik yang tidak sekali pakai. Hmm kalau dipikir kenapa pas dewasa saya ga mempertahankan kebiasan itu? Kan jadi ngurangin plastik.



Foto diambil dari: rawpixel.com


Sampah memberikan banyak pelajaran hidup.


Ketika manusia berkomitmen melakukan perubahan untuk mengurangi sampah, bukan hanya lingkungan yang mendapat dampak positifnya, tapi juga diri kita sendiri.


Pernahkah kita meresapi sejenak, sesungguhhnya dengan:


# Mengurangi sampah membuat hidup 
   jadi ter-Planning....

Kadang pas jalan-jalan sama ibu saya, kami sering merasa bersalah beli di kantung plastik, kelupaan ga bawa tas kain lah, ga bawa kresek bekas sendiri. Saya jadi mikir lagi (kek banyak mikir ya aku?), zero waste ini bisa bikin hidup lebih ter-planning gak sih? 


Awalnya memang kurangin sampah, alhasil kita akan jadi mikir 2x kalau mau beli makanan tapi lupa bawa wadah. Jadinya semua itu bisa diprediksi, kalau lagi jalan ga bawa wadah, artinya ga ada rencana mau beli jajan kan? Kalau bawa wadah baru artinya memang niat jajan. Kontrol diri amat berperan besar, kalau ga ada planning langsung beli, akibatnya nambah sampah kan? Ya kalau sekali dua kali, oke aja, kalau keringan? selain nambah sampah, artinya duit juga melayang karena beli jajanan tanpa planning.



Foto diambil dari: sannyvanloon.com 


#  Bisa bikin kamu jadi orang yang lebih prepare.....

Zero waste ini semacam ngajarin kita jadi orang yang lebih prepare, karena kalau mau aman yang kayak teman saya, dia kemana-mana berusaha bawa tas kain, bawa botol sendiri, dan juga sediain sedotan ramah lingkungan. Kalau dah kepepet lupa bawa tas kain andalannya, ya resikonya dijinjing atau dimasukkin ke tas sendiri.


Foto diambil dari: rawpixel.com


         # Kreatifitas terasah dengan mengurangi sampah....


Salah satu teman saya punya usaha jualan kartu pos, doi ini sering banget pake barang bekas buat mengemas pesanan pembeli. Doi jualan online gitu, suatu ketika aku nginep di kosannya, melihat dia sedang bungkusin paketan, dia pake kertas bekas kado, kertas print out bekas, kadang pakai koran bekas, terus pake juga hiasan-hiasan bekas: seperti pita atau semacam benang khusus.

Aku dengan santainya mengejek “aduh kalau bisnisnya kayak kamu, itu minim modal yak? masa bungkus packaging aja memanfaatkan barang bekas? gak gini amat juga!”

Temanku malah menjawab santai, “ramah lingkungan ini mit, memanfaatkan apa yang ada, mengasah kreatifitas, dan lumayan meminimalkan modal ya wkwkkw”

Jadi mencerna, benar juga, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, orang akan dituntut kreatif untuk mengelola ulang. Selain itu jadi minim modal juga kan? Ah itu menguntungkan untuk kantong dan lingkungan.


Jadi kalau dapat kado, buka bungkusnya pelan-pelan, kali aja tuh bungkus bisa dipakai lagi ya kan?




Foto diambil dari: redbubble.com

Terakhir…

“Kalau menunggu jadi influencer untuk berkontribusi pada lingkungan sekitar, atau menunggu kamu ahli dan 100% menerapkan gaya hidup zero waste, lalu apakah waktu akan menunggu dan membuat sampah menjadi tiba-tiba berkurang? Iya, setidaknya mulai dari hal kecil, mulai dari diri sendiri, walau baru sekedar niat dan butuh konsistensi untuk berprilaku, tidak mengapa kan?”-RLM


Dengan Cinta,



RLM
Sept, 2019













Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHAS BANYUWANGI

All About Keluarga 'Lontong Kupang'