MEMOAR: Hari Baper Beswan Djarum 32 Se-Indonesia (PART I) ( 12 September 2016-14 September 2017)

          Menjadi bagian dari Beswan djarum 2016-2017 angkatan 32 adalah salah satu bagian perjalanan hidup yang terindah. Sampai sudah purna pun, aku masih merasa seperti mimpi bisa mendapatkan ini semua, prosesnya yang panjang dan dengan segala pengorbanannya. Tulisan ini di dedikasikan untuk mengenang masa-masa sebelum jadi beswan, saat menjalaninya, hingga telah purna. Ditulis berdasarkan pengalaman nyata, dibumbui sedikit uneg-uneg di hati *ea prolognya kepanjangan buk!
  1. Masa SMA
 Nah, katanya beswan kok malah nyambungnya masa SMA?
Jadi ini sejarah awal perjalanan jadi beswan. Sejak SMA aku punya impian kalau kuliah nanti bisa mendapatkan beasiswa, tujuannya biar bisa meringankan beban orang tua dalam hal finansial, karena saat aku masuk bangku kuliah keluarga lagi mengalami masa surut dan badai ujian. Hehe.
Sejak SMA pun aku udah aktif browsing info soal beasiswa untuk pendidikan S-1. Bahkan, waktu SD/SMP (lupa persisnya), abangku yang kuliah pernah kasih tau tentang website beasiswa djarum, saat itu yang ada dalam otakku cuma “wah keren!”, uda gitu aja. Berlanjut ketika SMA, 2012 kalo gak salah, aku baca kolom tentang kegiatan nation building and cultural visit di kudus bagi para penerima beasiswa djarum plus. Sejak itu, aku semacam dapat wahyu, membayangkan, aku bakal berada di antara mahasiswa pilihan seluruh Indonesia, terus bisa foto di bawah menara kudus, alasannya agak gimana ya haha. Saat itu juga, aku menuliskan impianku di buku, isinya begini:
“ DAPET BEASISWA KULIAH “

Tulisan di buku impian (ditulis pas zaman SMA)


Ambisiku semakin meningkat, tiap kali nonton iklannya beasiswa djarum plus yang ada adegan nari-narinya. Hmm…semakin rajinlah aku liat websitenya, bukan buat cari info beasiswa sih, tapi karena baca testimoni alumni beswan yang cakep-cakep *plakk, parah!!!
And then, 4 tahun kemudian, 2016 impian itu tercapai.

  1. Masa Kuliah Awal
Berhubung aku ngebet pengin dapat beasiswa, maka aku berusah untuk menjaga konsistensi IP, mulai meluruskan niat, belajar untuk cari ilmu, jadinya belajarnya pun sungguh-sungguh, biar dapet ilmunya. Selanjutnya, IP dan IPK mah akan sejalan dengan amal perbuatan. Sejak SMA udah aktif ikut eksul ini dan itu, jadilah di kuliah semakin bebas berorganisasi dan mengembangkan diri. Ternyata di kemudian hari, hal ini yang jadi salah satu pertimbangan bisa diterima beasiswa. Why? Karena pinter dan IPK dewa aja nggak cukup!
  1. Masa perjuangan “Scholarship Hunter”
Memasuki semester 3 & 4 kuliah, aku dan beberapa temen se-genk mulai mencari info beasiswa. Kalau bisa, semuanya aja pengin dicoba wkwk. Tapi, ternyata daftar beasiswa nggak semudah itu. Soalnya ada beberapa persyaratan administrasi yang kurang sesuai kualifikasiku, jadinya gak bisa dicoba. Sebelum coba beasiswa djarum plus, aku sempat daftar beasiswa alumni yang ditawarkan dari pihak fakultas, sayang seribu sayang masih belum beruntung.
Lanjut cari info beasiswa PPA, tapi gagal tembus karena ada syarat yang sulit ku penuhi. Mulai merasakan hopeless bung, karena kampus saya swasta, beasiswa dari pihak non pemerintah nggak sebanyak kalau di kampus negeri. Perjuangan pun dimulai, akhirnya memutuskan tekat daftar beasiswa djarum. Nah, sebelum apply,  aku sempat nanya ke kakak tingkat yang pernah ikut seleksi, harapannya biar dapat motivasi dan pencerahan. Ternyata salah bung, yang ada aku justru ciut nyali.
Sisa kesedihan ditolak beasiswa alumni fakultas masih kerasa, dengan semangat yang nggak 45, dan minta doa ke emak tercinta, nekatlah aku urus berkas pendaftaran. Sialnya, karena kesibukan kampus yang luar biasa, aku baru kirim berkas H-1 deadline, edan (udah mules harap2 cemas, bahkan nodong pihak pengiriman biar bisa sampe sebelum jam 12 siang di Surabaya). CKCKCK JANGAN DITIRU YA!
Booklet Beasiswa Djarum Plus

  1. Masa Gerilya
Beberapa minggu kemudian, aku dapat email kalau lolos seleksi administrasi. Nah, ini juga drama, aku nyaris nggak tahu info karena gak pernah cek email. Untung ada penyelamat, temen2 ada yang kasih tau suruh cek email di bagian spam.
Sebenernya beberapa hari setelah aku kirim berkas, aku mempersiapkan diri untuk belajar Tes TPA. Nangis melas, minta emak buat belikan buku TPA, sekalinya uda dibelikan, eh bukunya buat tes seleksi masuk S2 (Alamak!). Parahnya lagi, aku baru nyadar setelah ngerjain setengah buku, untung nyadar, aku pun bongkar-bongkar buku TPA di masa seleksi SBMPTN. Waktu liburan aku habiskan buat kencan sama 3 buku kumpulan tes TPA sampe muntah wkwkw. Agak alay sih, tapi biar ambisi nggak cuma khayalan ya harus ada usaha. Tapi, semangat belajarku ini justru membawa petaka, aku tepar pas hari-H tes, demam dan flu, tetep aja ngotot ikutan tes.
  1. Masa Perang Berdarah “TES SELEKSI”
Berhubung beasiswa djarum plus, adalah beasiswa seumur hidup,maksudnya yang bisa di apply cuma sekali selama masa kuliah dan seumur hidup, maka aku memaksimalkan diri. Ngerjain sambal cenat-cenut megangi kepala, ngelapin keringat dingin, dan pegangin tissue buat ngelapin ingus (yaks joroknya) wkwkwk.
Lautan Manusia yang berjuang ngerjain Tes Tulis

ID CARD saat ikut Tes Tulis

Tes tulis ini berlangsung selama 3 jam, terdiri dari sesi tes TPA dan Psikotes. Fisik yang lagi lemah gemulai ini, membuatku semakin semangat ngerjain soal tes, maksudnya biar cepet kelar gitu. Perjuangannya luar biasa, pas ngerjain nggak seberapa ngerasain demanya badan, tapi 3 jam kemudian, setelah tes dinyatakan berakhir, gue pengin semaput. Serius muka udah pucet, tangan gemetar, badan sempoyongan menuju pintu keluar.
Setelah tes, aku dan beberapa teman makan siang di mall, depan tempat tes. Kampretnya, duit di dompet menipis, sedangkan harga makanan di sini gak bersahabat sama sekali, maka kudu pilih menu yang murahan wkwk. Ongkos pulang setidaknya aman di tangan. Hidung yang mampet menyebabkan makan siang itu hambar, makan cuma berasa kasar-kasar tanpa bumbu. Pikiranku cuma satu, cepatlah pengumuman, gue pengin pulang.

  1. Masa Pengumuman
Ribuan orang yang  antre mau liat pengumuman TAHAP I

Sampai di tempat tes, ribuan orang udah bergerombol liat papan pengumuman. Aku cuma noleh kanan-kiri, pusing liat banyak orang. Badan lemas ini harus jalan ngoyo buat liat pengumuman, tapi belum sampai baca, teman-temanku teriak sambal meluk
‘”Mita!! Selamat ya, kamu lolos!”
Ha? Aku masih mencoba sadar, kok bisa?
Tiba-tiba kepalaku cenat-cenut, aku mau pulang please! Sambil memaksa, aku maju ke papan pengumuman, mencari namaku. Iya, ternyata yang diomongin temenku benar:
Rahmita Laily Muhtadini – Universitas Muhammadiyah Malang
Aku lolos Mak!
Aku terharu, antara mau jingkrak-jingkrak tapi kepala puyeng, atau nangis gulung-gulung. Gue justru mematung sambil dipelukin beberapa teman. Aku bersyukur, nyaris nangis nggak percaya. Alhamdulillah…
Tapi perjuangan belum selesai, aku masih harus ikutan tes berikutnya yaitu GAT, sebagai pengganti FGD. Sebelumnya, aku sempat kenalan dengan beberapa orang yang lolos, ternyata luar biasa semua, ada yang uda kerja sebagai translator US Army lah, ada yang ikut organisasi bejibun, seketika aku minder, merasa bagai butiran debu dalam pasir. OMG, kemudian aku harus mengikuti GAT bareng mereka.
Tes kali ini kami dibagi jadi 10 kelompok, masing-masing kelompok terdiri 10 orang dari berbagai Universitas di Malang. Kelompok ini akan diberikan tugas berupa tantangan menyelesaikan game, setelah itu akan dikasih sesi feedback dan evaluasi. Hmm..tipsnya adalah kalian harus jaga kekompakan dan semangat tim, jangan gampang nyerah apalagi berkata kotor, aktiflah kasih masukan tapi nggak usah dominan dan selalu ingin menang.
Apakah mudah?
Nggak sama sekali, kami harus menyelesaikan beberapa tantangan dengan batas waktu tertentu, semuanya butuh fisik yang prima dan regualasi emosi yang baik. Bayangin siang bolong, kamu harus lari-lari mainin tantangan dengan beragam karakter individu yang beda, kita dikejar target tapi harus mampu mengendalikan diri. Menurutku ini lebih susah dari FGD, karena menjebak dan mancing emosi wkwk. Bagiku ini menguras tenaga, dalam kondisi yang masih demam dan suara yang macam kodok ngorek, aku kudu maksimalin tenaga. Penderitaan belum usai, aku waktu tes pakai rok span yang bikin susah bergerak bebas, jadilah pas kudu lari-lari mesti kerja keras. Tiap selesai game, badanku keringat dingin, sampe ada beberapa kali aku merasa kepala berputar-putar, dan assesornya bilang, “ Kamu sehat, apa perlu ke ambulan?”
Gue dengan yakin dan senyum bilang, “Saya masih kuat, hanya butuh minum sebentar”, orangnya pun cuma ngangguk.
Kenapa aku senekat itu? Karena aku ingin menjalani tes ini dengan maksimal, dan anehnya semakin aku lelah aku justru makin semangat, ya meskipun setelah mainin tantangan, aku pengin pingsan haha. Tes baru kelar jam 5 sore, dan aku langsung pulang naik angkot, menempuh perjalanan ke rumah salama 1,5 jam. Besoknya harus persiapan tes wawancara, dan nyampe rumah aku langsung kerokan  minyak angin.

  1. Masa Perang Dingin
Besok paginya aku mengikuti tes wawancara. Suara saya nyaris hilang kawan, dan biar tetep prima di depan interviewer aku nelen permen streps*l sampe setengah bungkus wkwkwk. Tes kali ini lebih selow *keliatannya. Nyatanya, bikin perut mules dan air mata nyaris tumpeh-tumpeh. Sempat gagal fokus sama yang mewawancarai, karena masnya cakep sekali bak cover boy majalah. Ini seriusan, masnya emang cakep dan ramah, uh nanti di part 2  bakal diceritakan betapa anak beswan cewek memujanya wkwkwk.
Tes ini bikin aku adem panas, bukan karena pertanyaannya yang sulit, tapi karena yang wawancara liatin hasi tes grafisku dan menemukan keganjilan. Sehingga, beliaunya kepo tentang kondisi kehidupan pribadiku dan perjuangaku untuk bisa menghadapi masa kelamku. Seriusan itu nyaris bikin aku mewek, untung masih bisa control diri wkwkw. Nggak susah kok pertanyaannya, Cuma bikin kita agak kaget aja wkwk. Tipsnya, yang penting jawab dengan jujur dan meyakinkan itu aja. Banyakin doa aja lah intinya hehe.
Foto Setelah tes GAT (Bersama temen SMP yang juga lolos seleksi tahap II)
Ket: berusaha senyum padahal udah pucet lemas


  1. Masa Perdamaian “PENGUMUMAN AKHIR”
Bagian ini adalah hal yang paling drama, kenapa? Karena aku kudu nangis sembab dulu sampek bengkak untuk menjalaninya.
Setelah melewati masa getir tes dan seleksi, aku banyakin doa. Berusaha yakin 90% bisa lolos beswan, 10% nya pasrah sama Tuhan, karena saya sudah berjuang mati-matian dengan pengorbanan yang luar biasa. Aku berharap besar dapat beasiswa ini, soalnya aku rela nggak coba daftar beasiswa lainnya, jadi sudah membuang banyak kesempatan demi satu hal ini, impianku sejak bangku SMA. Maka, segala macam harap, gue pupuk dalam hati dan pikiran, tiap saat mengkhayal gimana rasanya jadi beswan. Ealah, ternyata takdir itu meleset kawan!

Pada hari pengumuman, aku ada kegiatan organisasi (dimana gue jadi pemeran inti), susah banget buat ninggalin acara. Setelah cari celah, aku berangkat ke kampus UB, dianter sama temen organisasi. Harapan masih melambung tinggi bakal lolos, dan waktu buka pengumuman online:
“MOHON MAAF, ANDA BELUM LOLOS!”
kira-kira gitu bunyinya, patah hati adek, Bang. Muka ceriaku langsung lenyap, semua mimpi hangus, anganku sirna, badanku lemas sempoyongan. Mukaku datar aja, sampai akhirnya, temenku tanya, “Kamu gak papa kan?”, aku linglung. Pulang dari UB, langsung menuju taman kota, disanalah aku nggak nyangka bisa nangis sejadi-jadinya. Sedih banget, karena di waktu yang sama kondisi ekonomi keluarga lagi terpuruk, biaya praktikum buat semester depan pun besar, aku harus cari duit dimana? Meskipun orang tua masih sanggup membiayai, aku nggak pengin jadi beban. Mimpiku rasanya kandas. Pulang ke kosan, aku copot kertas impianku untuk jadi beswan, aku robek dan buang ke sampah. Berminggu kemudian aku berusaha untuk ikhlas menerima kenyataan, dan cari jalan buat bisa dapet uang tambahan. Doaku satu, semoga hatiku lapang.
Dua minggu kemudian, Tuhan menjawab doaku.
Pernah dengar pepatah, “ Kalau ikhlas, kalau sudah rezeki, nggak akan kemana” dan kalimat itu benar adanya. Tiba-tiba aku ditelfon salah satu teman yang lolos beswan, dia bilang, “SK dari Djarum Foundation sudah keluar, namamu tertulis di sini, Selamat ya!”. Dengerin itu aku bukannya senang, tapi malah lemes, mana mungkin? Sampai akhirnya aku bertemu dengan kakak beswan yang jadi panitia, aku memastikan informasi. Ternyata emang bener, di SK ada namaku, karena nggak percaya, aku pun ngecek di kantor Kemahasiswaa, dan ternyata benar, aku lolos jadi beswan.

Lha kok bias?
Ternyata, salah satu penerima beswan yang dinyatakan lolos, melanggar aturan, tanpa sengaja dia pernah apply beasiswa lain, sehingga ia pun harus menerima kenyataan kena sanksi nggak bisa lolos. Aku masih nggak nyangka, sekalipun bersyukur. Sedihnya adalah yang kena sanksi itu adalah teman dekatku satu organisasi, maka kami pun saling minta maaf dan membesarkan hati.
Sungguh selalu ada hikmah terbaik yang terjadi. Kalau dia jalanmu, jodohmu, rezekimu, se-nggak mungkin apapun, dia bisa jadi kenyataan, ada aja jalannya. InsyaAllah. Lapang dada, ikhlas, dan melakukan yang terbaik, itu aja kuncinya.

Bersambung….
di part 2 (Cielah, udah kaya Tersanjung aja pake PART, wkwkw)

Rahmita Laily M.
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Beswan Djarum 2016/2017 Angkatan 32

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHAS BANYUWANGI

All About Keluarga 'Lontong Kupang'