Sisi Gelap “Generasi Suka-Suka Gue”: Terangkanlah


Jadi anak muda adalah penggerak. Anak muda adalah agent of change. Anak muda adalah harapan bangsa untuk memperbaiki negeri di masa mendatang. Harapan bolehlah setinggi langit, tapi pernahkah kita sama-sama merenung, Apa kabar anak muda saat ini? Sebagai bagian dari generasi muda, yang diharapkan akan membangun bangsa, saya ingin menyampaikan kegelisahan dan pemikiran idealis. Berkontribusi untuk membangun negeri, bisa dilakukan dengan cara apapun, tidak selalu harus gabung parpol, atau jadi presiden dulu baru mulai bergerak, bukan? Perenungan panjang yang dilalui, membuat kepala saya pusing, kenapa keadaan SDM kita seterpuruk ini? Hasil membaca berita, artikel, serta pengalaman di lapangan, membuat saya mengelus dada tanpa henti. Bukan berniat, sok jagoan, cuma melalui cari ini saya ingin berbagi kegelisahan untuk kemudian memberikan insight pada diri sendiri, apa yang sudah saya berikan untuk kehidupan?

Sejauh ini, saya merasa beruntung juga bersyukur, karena bertemu dengan orang-orang yang mampu mengubah cara pandang saya terhadap berbagai keadaan maupun orang lain. Saya mengalami perubaha, waktu menempuh pendidikan, saat digembleng softskillnya jadi beswan, bekerja sampingan, ataupun ketika terjun di organisasi bahkan komunitas. Baiklah, saya mengucapkan syukur untuk semua itu, but sometimes I feel useless. Merasa bahwa, I cant give impact for people surround me, I cant give the best for my environment to make it better. Sekalipun sudah dibekali ilmu ini dan itu. Kadang masih merasa iri, apalagi dengan anak muda yang sudah berkarya dan melakukan gerakan nyata untuk memberikan sumbangsih. Inilah kegelisahan yang ingin saya luapkan, tentang perubahan zaman yang melahirkan “generasi suka-suka gue”.

Tengoklah media sosial saat ini, dunia nyata seakan menjadi maya, yang maya malah jadi nyata. Lihat betapa banyak orang yang berkumpul bersama dalam satu tempat, tapi malah sibuk main HP sendiri, nggak peduli kalau ada yang ingin curhat, ya dunia maya jauh lebih indah dan menarik. Pada beberapa aspek dunia maya nggak bisa men-cover segala hal yang ada di dunia nyata, contoh kecilnya, saat kita ngobrol via medsos, kita ga pernah bisa mengamati dan tahu apakah orang itu lagi sedih, lagi bahagia seperti emote icon yang diberikan, atau bahkan beneran ketawa ngakak seperti kata ‘wkwkwk’ yang diketik. Begitu pun dunia maya,  semua orang bisa menjelejahi dunia dalam sekejap, padahal di dunia nyata, belum tentu orang itu bisa keliling dunia. Teknologi kadang mempermudah, tapi bisa jadi juga membutakan. Banyak orang yang cuma mikir pakai jari tanpa pakai otak, mencibir, melakukan cyber bullying tanpa merasa bersalah, maka jangan salahkan, kalau angka stress, depresi dan bunuh diri semakin bertambah. Belum lagi kecanduan gadgetnya, yang sehari ga main sosmed aja berasa gatal (kadang saya juga merasa begini hmm), bukan karena apa, kita sudah kena serangan FOMO (Fear Of Missing Out), takut kalau ga main sosmed bakal ketinggalan info penting-popular. Banyak orang yang menjadi less of responsibility saat di sosmed, komen ini itu sesuka hati, tanpa takut menyakiti orang lain. Oh guys, come on, bukan berarti kalau kamu yang ga follow akun gossip bin nyniyir, artinya lo  ga gaul. Bukan berarti kalau kamu komen apapun di sosmed itu berpikir kritis. Ada banyak hal dalam kebebasan berpendapat yang perlu ditelaah lebih jauh. Coba kita saring informasi dengan akal sehat, Apakah sepenting itu tindakan yang kita lakukan? Perbincangan sosmed belum kelar, masih ada lagi, yup pamer dan hebohnya trend kekinian (mulai dari baju lah, make up,  sampai menu makan siang). Nah, di era digital begini, sebagai konsumen, kayaknya lebih bijak dan asik kalau kita beli apapun sesuai dengan kebutuhan dan budget, bukan sekedar ikut-ikutan biar up to date.

Diakui atau tidak sosial media lebih memiliki pengaruh besar untuk membentuk mental dan karakter anak muda. Cuma karena mau praktis, dan lebih suka instan, anak muda zaman sekarang alias kids now suka ngeluh kalau disuruh kerja keras dikit. Kotor dikit ngeluh, gak punya duit dikit ngeluh, susah dikit pun ngeluh, gitu aja terus sampe tahun berganti. Hhh…gimana ya, saya puyeng?! Kalau disuruh hidup di desa pinggiran dikit, nggak tahan, tiap makan malam menjelang, yang dikangenin cuma McD- PizzaHut and the genk. Sekali-kali  rasain lah hidup normal kek, lihat bawah, jangan mendongkak ke atas mulu, capek keles. Harusnya kita bersyukur ga perlu jalan berkilo meter buat sekolah, ga perlu pusing kalau pengin beli dan baca buku, semua serba ada. Mau ujian apapun, bisa les, dan belajar semau-maunya. Gak liat, yang di pelosok, mau les aja ga ada akses, pengin baca buku gak ada perpus, waktu bermain hilang karena harus kerja banting tulang.

Ini kisah nyata, pas ada praktikum kuliah, saya berkunjung ke SMP pinggiran yang muridnya ekonomi kebawah. Guys, mereka sekolah seragamnya uda gak putih lagi warnanya, pada kuning dan ketat-ketat karena gak ada uang buat beli seragam baru, sepatunya bolong-bolong, ada juga yang cuma nyeker. Pas pelajarin dimarahin guru, karena ketiduran, tahu alasannya kenapa? Murid SMP ini setiap hari, pulang sekolah bantuin ibunya persiapan jualan nasi bungkus, pas malem sampe jam 2 dini hari bantuin ibunya jualan nasi bungkus dan kopi. Tiap hari begitu, paginya langsung sekolah, jadi pas kelas suka nggak konsen dan tidur. Hidup keras bro, salutnya dia tetep berusaha belajar semaksimal yang dia bisa, dimarahin guru pun dia sadar diri. Nah, apa kabar kita? Kalau kena teguran karena kesalahan sendiri, justru marah balik. Ada juga yang buat kuliah, dia harus kerja sana-sini, ya jualan gorengan keliling, kerja keras demi bisa bayar SPP. Beda kalau kita cuma manusia kalangan borjuis, apa-apa bisa dibeli pake uang, padahal ga semua bisa dibayar lunas dengan duit.

Tapi realitanya memang gitu. Anak muda dari dulu terbagi menjadi 2 sisi, seperti uang logam. Ada yang mengarah ke negatif, ada pula yang tidak sama sekali. Ada bagian kecil yang menjadi pengikut atu memilih zona nyaman, mereka yang iya iya saja, dan berada di tengah atau dalam ketakutan tanpa sadar, karena rasa iri misalnya. Ada juga yang kerja keras, belajar ini itu, untuk membangun lingkungan dan kehidupannya jadi lebih baik. Saya dulu juga nakal banget, emosi ababil, suka bertengkar plus tingkah aneh, tapi makin saya bertemu dengan banyak orang yang berbeda keadaanya, tersadarkanlah saya. Anak muda itu punya energinya luar biasa, kreatifiitasnya mantap, rasa ingin tahunya meluap banjir-banjir, dan emosinya suka labil.  Jika yang ekstrim tidak diarahkan dan dibekali ilmu yang tepat, jadinya berkelakuan seenak jidat. Macam cyber bullying di sosmed terjadi tanpa henti, tawuran, dll kalau disalahkan alasannya “Hak gue dong, mulut-mulut gue!” dan blablabla…

Saya nggak suka menggurui ataupun digurui, tapi inilah uneg-uneg saya. Dunia jungkir balik. Dulu, berita kenakalan remaja, narkoba, seks bebas, seakan cuma rekaan berita di kepala saya. Tapi, pas di bangku kuliah, saya melakukan survey ke lapangan sendiri, saya pengin nangis tanpa henti. Anak SD kelas 5 teracuni pornografi, mulai pacaran, coba-coba merokok, dan membully teman, ada di depan mata saya. Awalnya, banyakin nyebut astagfirullah dalam hati, pas diwawancarai lebih lanjut, mereka itu anak korban perceraian yang gak dapat kasih sayang, dan teracuni oleh lingkungan pertemanan yang menyimpang. Banyak dari mereka awalnya takut-takut, dipaksain nonton porno, nyoba rokok, eh malah keenakan. Nggak ada yang melarang? Gurunya sudah berusaha sampe pada angkat tangan. Di masa ini, pengaruh teman berperan besar. Ini baru SD, yang SMP lebih parah, banyak yang sudah melakukan pacaran diluar batas (cium sana-sini, bahkan melakukan hub pra nikah) alamak, pengen nangis tumpeh-tumpeh. Terus, yang SMA dan kuliahan? Nah itu lebih gawat lagi, lebih parah dan bikin pengen nepok jidat berkali-kali. Kenapa separah itu? Mungkin imannya kurang diperdalam, bimbingannya perlu ditingkatkan, sosial medianya di perbaiki. Tiap ada hasil survei yang dilaporkan, saya pengin semaput, sedihnya. Parahnya, mereka menganggap semua yang dulu tabu jadi biasa, seakan grepa-grepe pas pacaran itu biasa, pakai rok mini atau bikini biasa, jadi hate speech dan tukang bully itu menyenangkan, nonton porno itu hiburan, mabok dan narkoba itu cemilan, alamak!!!!!

Nggak semua punya sisi gelap aja. Masih ada juga anak muda yang kudu di apresiasi. Liat social movement yang dilakukan anak muda, jadi wow sendiri. Lihat, sekarang lagi jamannya gerakan  sosial dijalankan anak muda, mulai gerakan pengajar muda, gerakan pemuda hijrah, bahkan sampai gerakan nikah muda.  Ada banyak anak muda yang menyediakan ruang lewat komunitas, yang sesuai dengan passion, minat dan isu mana yang lagi disoroti. Begitu banyak gerakan yang menghasilkan perubahan nyata. Sebagian orang, mindsetnya mulai berubah ke arah lebih baik karena gerakan-gerakan ini. Tapi diantara itu, masih ada kan golongan manusia apatis, yang bodo amat dengan lingkungan dan isu-isu krusial.  Bukan cuma itu, sebagian anak muda punya aliran lain, yah semacam kelompok sesak nan menyedihkan, barisan anak-anak muda yang patah hati plus gagal move on ribuan hari, wkwk (Hmm, saya pernah ada di jajaran elite ini *Bah, nggak sudinya bilang elitenya, haha. Setidaknya, saya masih menjadikan kepatah-hatian ini menjadi karya super baper hihi. Banyak pula generasi muda yang sukses serta lahir dari aliran patah hati plus gagal move on ini, they do something big and good for people. Contoh, ada yang nulis buku, bikin lagu,  ataupun film, dsb.

Anak muda itu ibarat buah lagi ranum-ranumnya, energi meluap-luap, emosi suka nggak stabil, So, kontrol diri kudu dikuatkan dengan iman. Sehingga gak sampai nyasar masuk ke aliran ghoib nan ajaib, yang kalau sakit hati sedikit, maunya cepet beres, gak melakukan perilaku menyimpang, bahkan ekstrimnya bunuh diri. Entahlah, isu bunuh diri makin hits, Sebagai  anak psikologi, aku merasa sedih gak bisa membantu selain cuma doa dan koar-koar di sosmed. Saya sadar, perubahan itu gak butuh menunggu, just do it dengan cara yang kamu mampu.

Lewat tulisan ini, saya ingin anak muda bisa mengembangkan dirinya ke arah positif. Udah gak zaman clubbing sambil nongkrong-nonkrong pinggir jalan. Banyak kesempatan yang dilewatkan kalau kita gak bergerak. Berbuat kebaikan itu bisa dengan cara apapun, lewat passion mu sendiri, bisa dituangkan ke seni, beladiri, atau jemarimu sendiri. Sosmed itu impactnya besar (kalau di arahkan ke positif bakal berdampak signifikan). Yuk bergerak menjadi agent of change, biar sebutan itu ga cuma nempel di jidat doang. Setidaknya lakukan yang terbaik untuk sekolahmu, belajarmu,kuliahmu, jaga diri baik-baik secara fisik maupun mental, do ur best for ur environment. Indonesia itu butuh kita. Kalau kita gak bergerak, siapa lagi? Perluas jaringan teman, saring manakah yang bisa dijadikan sahabat. Kalau kalian stress dan banyak masalah, mendekatlah ke Tuhan, curhat ke temen, jangan malu ke konselor atau psikolog. Bunuh diri itu bukan satu-satunya cara menyelesaikan masalah, masih banyak jalan menuju roma. Sekalipun dunia memporak-porandakan dirimu, kamu itu hebat. Percayalah, saya pun sudah pernah merasakan sulitnya keluar dari zona kelamnya hidup.

Buat yang masih doyan McD, starbucks dan kawan and the genknya:

Gak papa kok selali-dua-atau tiga kali makan dan santai di sana. Tapi juga ingat. Ada begitu banyak orang lokal yang menunggu jualannya selaris mereka, yang harga dan rasanya gak kalah saing. Yah, semacam, nasi padang, ketoprak, kerak telor, bahkan tahu bulat (digoreng dadakan) wkwkw. Hmm, mungkin bisa deh coba begini, setelah 10 kali jajan di warga lokal pinggir jalan atau rumah makan, barulah boleh ke McD and the genk. Indomaret juga oke sih, cuma jangan langsung lupakan toko kelontong, yah paling gak seringlah mampir ke toko kelontong, pasar tradisional, atau pusat sembako hehe. Biar adil gitu, gak cuma indomaret aja yang dikunjungi. Soal fasilitas emang sih, Mcd and the genk and indomaret squad, jauh lebih oke, mereka juga memperkerjakan pekerja lokal. Tapi, setidaknya jangan langsung tinggalakan pernjual lokal, suka kasian kalau lihat nasibnya. Meski realistis, paling gak usaha buat nyambangin, belanjain, biar bisa paham gimana keresahan para penjual. Hiks…gue tahu betul rasanya kudu berjuang jualan, saingan sama indomaret demi jualan snack lima ratusan wkwk. Jadi…berubahlah (bukan jadi spiderman ya), berubahlah, berubahlah, setidaknya untuk dirimu sendiri jadi lebih baik dan berempati.

Yah…kalau tulisannya menggurui maafkanlah, semoga ada faedahnya. Sekian uneg-uneg ini, terimakasih yang sudah sabar baca, see you.



With Love,



Rahmita Laily M.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHAS BANYUWANGI

All About Keluarga 'Lontong Kupang'